Perceraian dalam Katolik tidak diizinkan begitu saja, karena ada hukum kanonik yang mengikatnya. Hukum kanonik ini dipakai dalam konteks agama dan berbeda dengan hukum sipil. Dalam agama Katolik, pasangan suami istri diyakini hanya dapat dipisahkan oleh maut. 

Di Indonesia perceraian bisa dilakukan oleh warga negara jika sudah diakui oleh Pengadilan Negeri bagi non muslim atau Pengadilan Agama bagi umat Islam. Negara mengizinkan masyarakat bercerai lewat putusan pengadilan.

Dalam mata hukum sipil, cara mengurus perceraian Kristen sama dengan proses mengurus perceraian Katolik, yakni dilakukan di Pengadilan Negeri. Di dalam hukum sipil, masyarakat yang beragama Katolik bisa melakukan gugatan cerai dan mendapatkan hak untuk bercerai. 

Perceraian Dalam Katolik Menurut Hukum Kanonik

Hukum kanonik adalah hukum yang dipakai dalam gereja Katolik untuk mengatur warga Gereja Katolik dalam hal hubungan dengan Tuhan maupun hubungan dengan masyarakat. Dalam kanonik juga ditetapkan bagaimana umat Katolik berperilaku sebagai warga negara.

1. Hukum Kanonik Mengatur Perkawinan dan Tidak Mengizinkan Perceraian

Hal – hal terkait perkawinan juga diatur dalam hukum kanonik tersebut dan sifatnya mengikat. Di dalam agama Katolik, perkawinan bisa dilangsungkan antara sesama Katolik atau juga berbeda agama. Hanya saja, perihal perceraian aturannya berbeda dengan hukum perceraian dalam kristen.

Di Indonesia perkawinan dinilai sah jika dilakukan berdasarkan hukum agama masing – masing. Dengan kata lain, hukum kanonik dalam gereja Katolik yang mengatur perkawinan, diakui sah oleh hukum perundang – undangan di Indonesia. 

Walaupun seorang Katolik telah resmi bercerai menurut hukum sipil, di dalam agama perkawinannya masih dipandang sah. Oleh sebab itu, jika pihak yang telah bercerai melakukan perkawinan, akan dipandang sebagai perbuatan zina, karena perceraian tidak pernah diakui gereja Katolik. 

Syarat perceraian Kristen yang diatur oleh hukum sipil tidak sah digunakan di dalam agama Katolik. Hal ini bertentangan dengan ketentuan hukum kanonik yang tidak mengizinkan adanya perceraian. Pasangan Katolik yang bercerai akan diberikan sanksi menurut hukum kanonik tersebut.

2. Pada Kasus Tertentu Perkawinan Bisa Dibatalkan Sesuai Hukum Kanonik

Meskipun hukum kanonik tidak mengizinkan perceraian dalam agama Katolik, namun dalam kasus tertentu perkawinan tersebut bisa dibatalkan. Jadi yang diakui oleh gereja Katolik bukan perceraian melainkan pembatalan perkawinan atau perkawinan tidak pernah ada/diakui. 

Pembatalan nikah atau disebut juga sebagai anulasi bisa dilakukan jika terjadi pelanggaran sebelum perkawinan. Hal ini harus juga dibuktikan dengan hasil penyelidikan Gereja. Misalnya jika salah satu pihak mengalami kemandulan, maka bisa menjadi alasan pembatalan perkawinan. 

Contoh akta cerai Kristen atau akta cerai lainnya tetap tidak diakui dalam gereja Katolik. Jika kasusnya merupakan pembatalan perkawinan, maka bukan akta cerai yang dikeluarkan, tetapi akta nikah harus dicabut dari Dukcapil, karena perkawinannya dianggap tidak sah.

Jika perkawinan telah dibatalkan, artinya masing – masing pihak diizinkan untuk melakukan pernikahan di gereja Katolik, sesuai dengan hukum Kanonik. Di dalam hukum sipil nantinya pernikahan tersebut juga akan diakui. 

Perceraian Dalam Katolik Menurut Hukum Sipil

Bagaimana jika umat Katolik tetap ingin bercerai? Meskipun dilarang oleh hukum kanonik faktanya, kasus perceraian di masyarakat tetap terjadi. Masyarakat yang beragama Katolik tetap bisa melakukan gugatan cerai sesuai dengan ketentuan hukum sipil.

Contoh surat gugatan cerai agama Kristen bisa digunakan untuk membuat gugatan ke pengadilan Negeri. Umat Katolik tetap bisa mendapatkan pelayanan hukum di pengadilan negeri jika ingin bercerai, karena tidak menyalahi undang – undang. 

Aturan hukum gereja dengan hukum sipil memang tidak selamanya beriringan, namun dalam perkawinan bercerai terkadang dianggap sebagai pilihan terbaik. Hukum sipil juga sebenarnya mengharapkan agar perceraian tidak pernah terjadi. 

Biaya perceraian agama Kristen juga dibutuhkan ketika Anda melakukan gugatan cerai tersebut. Dalam persidangan, hakim tidak semerta – merta mengabulkan gugatan cerai. 

Mediasi dilakukan terlebih dahulu, sehingga perceraian dalam agama Katolik tidak terjadi. Dalam proses persidangan, gugatan juga harus disertai dengan bukti. 

Hakim akan mengabulkan gugatan cerai jika memandang perceraian tersebut merupakan jalan terbaik untuk kedua belah pihak, dan terutama keputusan terbaik bagi masa depan anak. Jadi hukum sipil sebenarnya tidak bertentangan dengan hukum kanonik. 

Jika Anda beragama Katolik, dan ingin mengajukan perceraian, lebih baik pahami dulu aturan hukumnya, baik hukum gereja maupun hukum sipil. Perceraian dalam Katolik berbeda dengan perceraian pada agama lain, karena ada hukum kanonik yang mengikatnya.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.