Pembagian harta bersama – Pasangan yang lelah dalam menghadapi konflik rumah tangga, semakin banyak yang memilih jalan untuk memutuskan tali perkawinan. Namun banyak yang tidak menyadari bahwa perceraian bukan berarti tanpa masalah baru. Sebut saja soal harta bersama. Banyak pasangan mengira aset mereka selama masa perkawinan masih berlangsung sudah pasti milik bersama atau milik masing-masing sesuai nama yang tertera pada dokumen kepemilikan.

Bagi pasangan yang saat sebelum menikah sudah membuat perjanjian pranikah atau bagi pasangan yang sebelum berpisah sudah membuat perjanjian perkawinan dan mengatur pemisahan harta tentu tak mudah untuk membedakan, mana saja dari harta mereka yang termasuk harta bawaan dan mana saja yang termasuk harta bersama.

Nah, bagi yang belum mempunyai perjanjian tersendiri atas harta mereka, maka perlu memahami bahwa menurut Pasal 37 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), maka harta-harta yang didapat saat masih terikat dalam perkawinan adalah masih milik bersama atau harta gono gini antara mantan suami dengan mantan istri. Ketentuan ini membuat para pasangan yang telah bercerai, untuk tetap saling sepakat dan setuju apabila ingin melakukan perbuatan hukum atas harta mereka. Sebut saja bila ingin menyewakan, menjual atau bentuk pengalihan harta tersebut kepada pihak ketiga.

Kita ambil contoh, bila mantan isteri menyewakan harta kepada pihak ketiga tanpa persetujuan mantan suami, adakah resiko hukumnya?

Sewa menyewa itu sendiri adalah suatu perjanjian sesuai Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yang isinya:

“Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu (penyewa) disanggupi pembayarannya.”

Sedangkan syarat sah perjanjian itu sendiri juga tercantum dalam KUHPer Pasal 1320, antara lain:

1. Kesepakatan para pihak

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu pokok persoalan tertentu

4. Suatu sebab yang tidak terlarang

Memang, jika dilihat dari syarat sah perjanjian tersebut, sewa menyewa antara mantan istri dengan penyewa adalah sah.

Baca juga: Apakah Warisan Dari Orang Tua Termasuk Harta Gono Gini

Akan tetapi, mantan istri di sini bukanlah orang yang mempunyai wewenang penuh atas harta gono gini atau rumah tersebut, yang berwenang adalah mantan suami dan mantan istri. Dalam hal yang setuju untuk menyewakan rumah tersebut hanyalah mantan istri, maka perjanjian sewa menyewa tersebut batal demi hukum, karena mantan istri yang tidak berwenang untuk melakukan tindakan hukum dan mantan suami di sini memiliki hak untuk meminta penghentian sewa maupun menggugat bagiannya atas rumah yang disewakan tersebut.

Menyewakan rumah saja butuh persetujuan antar mantan, apalagi jual-beli, hibah dan transaksi lainnya yang melibatkan harta bersama yang belum dibagi?

Maka ada baiknya setelah prosedur perceraian diselesaikan, segeralah menjalani prosedur pembagian harta bersama, terlebih bagi perkawinan yang tidak memiliki perjanjian perkawinan sebelumnya. Supaya tidak terjadi perebutan hak atas harta bersama. Apabila anda ragu atau sudah terlanjur mengalami masalah serupa seperti dalam tulisann ini, ada baiknya segera berkonsultasi kepada advokat atau ahli hukum yang memiliki bidang keahlian hukum waris atau hukum keluarga. Agar masalah yang dialami ini tidak semakin panjang dan merambat ke masalah lain.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.