Force Majeure – Setiap pihak harus menjalankan perjanjian atau kontrak dengan bertanggung jawab. Terdapat hak dan kewajiban yang wajib dilaksanakan sebagaimana tertera dalam klausula-klausula perjanjian atau kontrak. Adagium “pacta sunt servanda” yang artinya perjanjian harus dilaksanakan menjadi pedoman bagi para pihak untuk menghormati perjanjian yang telah disepakati.

Jika bencana alam terjadi atau terdapat huru-hara yang menyebabkan kerusuhan yang masif di sebuah daerah padahal perjanjian harus dilaksanakan pada waktu yang ditentukan. Maka, pihak yang merugi tidak dapat menggugat pihak yang lalai melaksanakan perjanjiannya karena alasan dimaksud. Hal ini dikarenakan terdapat konsep hukum yakni force majeure atau keadaan kahar. Selanjutnya akan didalami lebih komprehensif mengenai force majeure.

Arti Force Majeure

Force Majeure berasal dari bahasa Perancis yang memiliki arti kekuatan yang luar biasa. Hal ini berhubungan dengan kekuasaan Tuhan dimana setiap orang tidak dapat dipersalahkan, seperti timbulnya bencana tsunami, gempa bumi, angin tornado, perang, epidemik. Selain hal tersebut, keadaan kahar artinya suatu keadaan yang terjadi diluar kuasa dari para pihak yang bersangkutan. 

Dasar Hukum Force Majeure 

Force Majeure dalam hukum Indonesia diatur pada KUHPerdata. Ketentuan tersebut tidak mengatur definisi dari force majeure melainkan lebih kepada penekanan bahwa keadaan-keadaan yang tidak terduga dapat membatalkan perjanjian atau menunda pelaksanaan kewajiban. 

Ketentuan umum atas keadaan kahar dapat ditemukan pada Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata dimana secara garis besar kedua pasal ini mengatur bahwa sepanjang pihak berutang dapat membuktikan ketidakmampuannya melaksanakan kewajiban dalam perjanjian disebabkan karena keadaan tidak terduga atau diluar kemampuannya maka yang bersangkutan tidak dapat dituntut untuk melakukan ganti rugi.

Pasal-pasal mengenai force majeure dalam KUHPerdata tersebar secara luas dengan berbagai tindakan yang diaturnya. Ketentuan force majeure tersebut mengatur tindakan-tindakan seperti sewa rumah dan perabotan, jual beli, dan sewa menyewa.

Baca juga: Bisakah Pandemi COVID-19 Dijadikan Alasan Force Majeure dalam Perjanjian?

Contoh Kasus Force Majeure 

Peristiwa yang tergolong dalam force majeure memang tidak diperinci dalam sebuah peraturan perundang-undangan, namun jenis-jenis peristiwa tersebut kerap dirumuskan oleh masing-masing pihak yang menyepakati perjanjian. Pada umumnya, keadaan kahar terdiri atas tsunami, tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi, kerusuhan, terorisme, sabotase, kudeta militer, regulasi baru pemerintah, dsb. 

Kasus dari kondisi keadaan kahar sendiri telah banyak terjadi. Hal ini kerap terjadi dikarenakan perubahan yang tidak dapat dikendalikan oleh para pihak seperti bencana alam, kerusuhan, terbitnya regulasi baru dari pemerintah, dsb. 

Terlebih dengan adanya pandemi covid 19 yang melumpuhkan sektor bisnis sehingga banyak tidak dilaksanakannya klausula dalam perjanjian.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, keadaan kahar adalah sebuah keadaan di luar batas kemampuan manusia untuk dapat mengatur keadaan yang terjadi. Perjanjian-perjanjian kerap memasukkan klausula force majeure karena hal ini begitu penting bagi pihak yang menyepakati perjanjian. Oleh karena itu, force majeure dalam klausula itupun tidak dapat dirumuskan sewenang-wenang dan harus dirundingkan secara saksama oleh kedua belah pihak agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari yang dapat menimbulkan konflik hingga berlangsung ke meja hijau.

Konsultasikan Melalui Justika Bila Masih Bingung Mengenai Force Majeure

Jika Anda ingin merundingkan terlebih dahulu dampak dari disepakatinya klausula force majeure dari sebuah perjanjian atau justru memiliki masalah atas akibat yang ditimbulkan oleh klausula force majeure, jangan khawatir! Justika menyediakan layanan bagi Anda untuk mendapatkan nasihat hukum yang spesifik dengan para Mitra Advokat profesional, di antaranya:

Layanan Konsultasi Chat

Konsultasi hukum kini lebih mudah dan terjangkau menggunakan layanan konsultasi chat dari Justika. Kunjungi laman ini dan ketik permasalahan hukum yang ingin ditanyakan pada kolom chat. Selanjutnya Anda bisa melakukan pembayaran sesuai dengan instruksi. Tunggu sesaat dan sistem akan segera mencarikan konsultan hukum yang sesuai dengan permasalahan Anda.

Layanan Konsultasi via Telepon

Apabila fitur chat tidak mengakomodir kebutuhan, Anda bisa memanfaatkan layanan konsultasi via telepon dari Justika. Dengan layanan ini, Anda bisa mengobrol dengan Mitra Konsultan Hukum dengan lebih mudah dan efektif melalui telepon selama 30 atau 60 menit (sesuai pilihan Anda), untuk berdiskusi lebih detail mengenai permasalahan hukum yang dialami.

Layanan Konsultasi Tatap Muka

Ingin berdiskusi lebih lanjut? Tenang, Anda juga dapat berkonsultasi secara langsung dengan para Mitra Advokat Justika secara lebih leluasa lewat layanan Konsultasi Tatap Muka. Adapun lama diskusi sekitar 2 jam (dapat lebih apabila Mitra Advokat bersedia). Selama pertemuan, Anda dapat bercerita, mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan mendalam, termasuk menunjukan dokumen-dokumen yang relevan.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.