Adakah sanksi hukum sertifikasi halal palsu yang marak beredar belakangan ini? Mungkin pernah terbesit di pikiran anda, jika sebuah produk telah memiliki sertifikasi halal namun ditemukan kandungan yang tidak sesuai dengan penggunaan produk tersebut. Apakah produk tersebut telah menyalahi aturan hukum pidana atau malah masuk ke dalam hukum perdata.

Pada dasarnya, terdapat beberapa sanksi yang berbeda beda bagi oknum penyalahgunaan sertifikasi halal tersebut. Karena secara hukum sendiri, formula hukum yang mengatur atas sanksi hukum sertifikasi halal palsu sendiri telah tercantum pada undang undang nomor 33 tahun 2014. Undang undang tersebut telah secara lengkap membahas semua aspek dari jaminan produk halal atau biasa di sebut dengan UU JPH.

Namun sebelum membahas mengenai sanksi hukum sertifikasi halal palsu. Ada baiknya anda mengetahui terlebih dahulu beberapa kewajiban para pelaku usaha setelah mereka mendapatkan sertifikasi halal MUI.

Kewajiban Setelah Mengantongi Sertifikasi Halal antara lain:

  1. Mencantumkan label kehalalan terhadap sebuah produk yang sudah menerima sertifikat halal.
  2. Menjaga kehalalan produk tersebut tetap terjamin dengan sempurna.
  3. Memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal.
  4. Memperbarui sertifikat halal yang berlaku jika masa berlaku sertifikat halal tersebut akan berakhir.
  5. Melaporkan semua perubahan kompisis bahan maupun alat kepada BPJPH.

Jika anda telah mengetahui semua kewajiban pelaku usaha setelah mendapatkan sertifikat halal, tentu anda akan semakin mudah dalam mengetahui keaslian dari sebuah sertifikat halal dari sebuah produk.

Adapun sanksi sanksi yang bisa di dapatkan dari sertifikasi halal palsu antara lain:

  1. Peringatan Tertulis
  2. Denda Administratif
  3. Pencabutan Sertifikat Halal

Namun selain itu, terdapat juga sanksi paling berat lainnya yang bisa dikenakan dari penyalahgunaan sertifikasi halal palsu. Sanksi tersebut adalah dipidana maksimal 5 tahun dengan denda sebesar besarnya sebanyak Rp2 miliar. 

Berbeda dengan produk dalam negeri, produk luar negeri juga telah diatur sedemikian rupa dalam masalah sertifikasi halal sebuah produk.Pasal 47 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 lah yang akan mengatur semua hal yang berkaitan dengan produk halal yang berasal dari luar negeri. 

Pada dasarnya, produk yang berasal dari luar negeri memang tidak perlu lagi  mengajukan sertifikasi halal saat masuk ke wilayah Indonesia.  Namun hal yang satu ini hanya berlaku jika lembaga yang memberikan sertifikasi halal terhadap produk tersebut telah bekerja sama dengan Pemerintah RI. Untuk itu, Sanksi Hukum Sertifikasi Halal Palsu tetap ada bagi siapapun yang melanggar dalam hal ini.

Selain itu, Produk halal dari luar negeri wajib juga mendaftar di BPJPH sebelum memutuskan untuk mengedarkan produk mereka di Indonesia Jika ketentuan yang satu ini dilanggar dengan sengaja maupun tidak sengaja, maka pelaku usaha yang bertanggung jawab dari produk tersebut akan dikenai sanksi administratif.Dalam kata lain, semua produk yang termasuk ke dalam pelanggaran tersebut akan dilarang beredar di Indonesia dan ditarik dari pasaran.

Untuk itu, demi menjaga nilai dari sertifikat halal tetap sesuai undang undang, anda dapat melaporkan kasus kasus yang berkaitan dengan hal tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Anda dapat melakukan konsultasi terlebih dahulu bersama dengan advokat profesional Justika mengenai langkah hukum dari pelaporan kasus tersebut.


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.